Megalit Sulawesi Tengah Dari Lore Lindu untuk Indonesia, Warisan Dunia
Megalit Sulawesi Tengah Dari Lore Lindu untuk Indonesia, Warisan Dunia
PALU - Simposium Nasional bertema "Megalit Sulawesi Tengah: Dari Lore Lindu untuk Indonesia, Warisan Dunia" digelar Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Sulteng, Selasa (17/10/2023).
Simposium nasional yang digelar di Gedung Pogombo Kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Tengah itu diinisiasi oleh FTBM Sulteng guna menyebarluaskan pengetahuan tentang megalitik di Sulteng yang sedang didorong menjadi warisan dunia.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVIII, Andi Syamsu Rijal yang membuka kegiatan itu mengungkapkan diskusi maupun pembahasan tentang megalitikum di Sulawesi Tengah harus terus digiatkan agar pengetahuan tentang kekayaan budaya itu beserta nilai pentingnya menjadi pengetahuan bersama, terlebih dengan rencana mendorong situs megalitikum di Sulteng yang berusia ribuan tahun menjadi Warisan Dunia.
"Apalagi digelar oleh pegiat-pegiat literasi yang diharapkan menjadi jembatan pengetahuan bagi masyarakat. Kami berharap ini menginspirasi aksi-aksi baik lainnya untuk pengembangan kebudayaan kita," kata Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVIII, Andi Syamsu Rijal di Gedung Pogombo, Selasa (17/10/2023).
Andi menekankan upaya-upaya pelestarian dan perlindungan situs-situs megalit di Sulteng merupakan tugas bersama termasuk melalui forum diskusi.
Dialog dan diskusi juga diharapkan mampu menggaungkan nilai penting warisan budaya prasejarah di Lore Lindu kepada masyarakat luas.
Senada itu Ketua FTBM Sulteng, Devi R Uga mengatakan literasi tentang kekayaan budaya Sulteng itu dipilih menjadi bahasan simposium pegiat literasi di Sulawesi Tengah dengan harapan menjadi munculnya kecintaan terhadap budaya lokal.
"Ini juga bentuk dukungan kami terhadap perlindungan dan pengembangan warisan budaya lokal. Dengan simposium ini kami berharap nilai warisan budaya megalit juga menjadi pengetahuan di 121 Taman Bacaan Masyarakat yang ada di Sulteng," kata Devi.
Simposium itu sendiri menghadirkan empat pemateri baik lokal maupun nasional yakni Arkeolog Sulawesi Tengah, Iksam Djorimi, jurnalis Kompas, Ahmad Arif, peneliti dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVIII, dan Dosen Seni Rupa Universitas Gorontalo, Syarif Munawar.
Keempat narasumber mengemukaan perspektif yang beragam, mulai dari tinjauan arkeologi, media massa, hingga sains yang menguatkan kelayakan situs megalit di Lore Lindu menjadi Warisan Dunia.
"Hingga tahun 2018 ada lebih dari 2.000 tinggalan megalitikum yang tersebar di Lore Lindu meliputi Bada, Behoa, Napu, dan Lindu. Yang tertua ada di Behoa dengan usia 3.000 tahun, bahkan lebih tua dari megalitik yang ada di negara Laos yang berusia 2.000 tahun," kata Iksam Djorimi.
Saat ini kata Iksam Pemprov Sulteng sedang berupaya melengkapi persyaratan guna menjadikan situs di Lore Lindu itu sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, di antaranya di awali dengan menetapkan 26 situs menjadi Warisan Cagar Budaya Provinsi.
Posting Komentar