Polda Sulteng beberkan 7 Modus Operandi Kejahatan Tanah
Polda Sulteng beberkan 7 Modus Operandi Kejahatan Tanah
Sosialisasi Pencegahan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan yang diselenggarakan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Sulawesi Tengah (Sulteng) di Hotel Santika, Palu, Selasa (16/7/2024) mengundang Polda Sulteng sebagai narasumber.
Dihadapan jajaran BPN Sulteng, Kepala Dinas, Kepala Badan dilingkungan Pemerintah Provinsi Sulteng, Kasubdit II Hardabangtah Ditreskrimum Polda Sulteng AKBP Galih Wardhani, SIK menyampaikan materi dengan judul “Legalisasi Bidang Tanah Dalam Perspektif Hukum Pidana”,
Dalam penjelasannya, Galih Wardhani menyebut ada beberapa modus operandi Kejahatan Tanah yang memicu terjadinya konflik agraria. Menurutnya modus operandi itu meliputi :
1. Melakukan Okupasi atau Pengusahaan tanah tanpa ijin tanah orang lain yang sudah berakhir/masih berlaku.
2. Merubah, memindah, menghilangkan patok tanda batas tanah.
3. Mengajukan SHM (Sertifikat Hak Milik) pengganti karena hilang, padahal masih dipegang orang yang berhak sehingga terdapat 2 SHM terhadap tanah yang sama.
4. Memanfaatkan lembaga peradilan untuk mengesahkan bukti kepemilikan atas tanah dengan cara :
a. Mengajukan Gugatan dengan surat tidak benar.
b. Mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri sebagai pemilik tanah tanpa melibatkan pemilik tanah dalam gugatan tersebut.
c. Membeli tanah yang masih menjadi objek perkara tanpa etikat baik.
d. Mengajukan gugatan terus menerus sehingga menimbulkan banyak putusan yang saling bertentangan, sehingga tidak dapat dilaksanakan dan menimbulkan konflik.
5. Permufakatan jahat yang melibatkan pejabat umum yang mengakibatkan konflik, sengketa dan perkara tanah yang berdimensi luas.
6. Menerbitkan atau menggunakan lebih dari satu surat terkait tanah oleh Kepala Desa/Lurah terhadap tanah yang sama.
7. Menerbitkan atau menggunakan dokumen palsu terkait tanah yang diterima oleh Kementrian ATR/BPN.
Lanjut AKBP Galih Wardhani juga menerangkan adanya 3 karakteristik kejahatan pertanahan yang dilaporkan ke pihak Kepolisian yaitu :
1. Penyerobotan tanah, memasuki pekarangan atau tanah yang kosong, tidak berpenghuni dan tidak punya pagar pembatas, kemudian mendirikan bangunan, karena tidak ada protes atau somasi dari masyarakat sekitar sehingga dibuatkan SKPT atau Surat Penyerahan oleh Oknum di Kantor Desa, Kelurahan dan Kecamatan.
2. Pemalsuan Surat, Oknum terbitkan surat kepemilikan tanah (SKPT, SP, SHM) yang tidak terdatar atau teregistrasi secara administrasi sehingga masih ditemukan tumpang tindih surat kepemilikan tanah dilokasi yang sama.
3. Penipuan, tanah yang sudah sertifikat diterbitkan SKPT/SP oleh terlapor lalu tanah tersebut dijual kembali menggunakan surat tersebut tanpa melibatkan pihak pertanahan dan pelapor tidak melakukan pengecekan di Kantor Pertanahan untuk status tanah tersebut.
Oleh karenanya Polri sebagaimana tupoksinya dalam menghadapi kejahatan pertanahan, berperan untuk melakukan penyelidikan dan penindakan, pencegahan dan kerjasama antar lembaga, pungkasnya
Posting Komentar